Label

Minggu, 09 Februari 2014

ASWAJA ITU HALAL DARAHNYA

Halal darahnya

Halal darahnya
Seorang non muslim datang pada seorang ulama beraliran keras. Dia bertanya cara masuk Islam. “Sangat mudah. Anda cukup baca syahadat, maka Anda sudah diakui sebagai umat Islam,” jawab ulama tersebut. Kemudian dia melanjutkan pertanyaannya bagaimana  kalau dia setelah masuk Islam kemudian ingin keluar darinya. Sang ulama menjawab dengan tegas bahwa darah orang yang keluar dari ajaran Islam (murtad) adalah halal. Akhirnya, dengan suara bergetar dia mohon pamit dan mengurungkan niatnya masuk Islam. Ia tidak ingin menanggung resiko, khawatir ketika sudah masuk Islam hatinya berpaling keluar dari Islam.
Kesalahpahaman ulama tersebut umumnya ada dialami diantara para ulama dari kalangan “orang-orang yang membaca hadits” . Setelah mereka menetapkan berdasarkan pemahamannya bahwa  seseorang telah murtad setelah beriman maka mereka merencanakan dan melakukan pembunuhan walaupun orang yang mereka nyatakan telah murtad sedang sujud dalam sholatnya. Bahkan orang yang mereka nyatakan murtad adalah seorang mufti ataupun seorang hakim agama dari salah satu dari Imam Mazhab yang empat.
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang sebagai kaum Zionis Yahudi.
salah bunuh dikira aswaja tahunya teman sesama wahabi (hal ini diketahui setelah wahabi lain melihat gbr yang dipublikasikan ini
Salah satu contoh lainnya akibat termakan  hasutan,  mereka tidak dapat membedakan antara kaum syiah dengan para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena kebencian mereka terhadap kaum syiah. Bahkan ada di antara mereka yang secara nyata membenci para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi  wasallam.
Mereka meninggalkan dan ditinggalkan oleh para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Tidak ada paksaan untuk beragama atau masuk Islam maka tidak ada pula paksaan atau ancaman untuk tidak beragama atau keluar dari Islam.
Firman Allah ta’ala yang artinya
Tidak ada paksaan untuk beragama (Islam) ” (QS Al Baqarah [2]:256)
Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu“. (QS Al Maa’idah [5]:68 )
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka..” (QS.Ali Imran [3] : 110)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “ Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Apa yang terurai dalam dialog pada awal tulisan, terjadi pula pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Abbas telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir radliallahu ‘anhu: Ada seorang ‘Arab Badwi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berbai’at untuk masuk Islam. Keesokan harinya dia datang lagi dalam keadaan menderita sakit demam lalu berkata: Bebaskan aku (Batalkan baiatku) . (Dia minta keluar dari Islam). Namun Beliau tidak mengabulkannya. Permintaannya itu dilakukan hingga tiga kali. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Madinah ini seperti alat penempa besi, yang membersihkan orang-orang jelek darinya dan akan menyeleksi orang-orang yang baik saja (untuk tinggal didalamnya) . (HR Bukhari 1750)
Hadits tersebut menerangkan bahwa mula-mula seorang ‘Arab Badwi  itu memeluk Islam. Pada hari berikutnya, karena ia diserang penyakit demam, ia mengira bahwa penyakit itu disebabkan karena ia memeluk Islam, maka dari itu ia menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menarik kembali bai’atnya. Ini adalah terang-terangan perbuatan murtad, namun dalam Hadits itu tak diterangkan bahwa orang ‘Arab Badwi  itu dibunuh.
Dalam Al Qur’an tidak ada satu ayatpun yang memerintahkan untuk membunuh orang yang keluar dari Islam.  Hanya Allah Azza wa Jalla yang berhak menyiksa mereka
Firman Allah ta’ala yang artinya
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS An Nahl [16]:106)
Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim. Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya la’nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la’nat para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat”. (QS Ali Imran [3]:  86-90)
Semua manusia adalah haram untuk di bunuh kecuali  yang dibenarkan secara syariat.
Firman Allah ta’ala yang artinya
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)“ (QS Al An’aam [6]:151)
Begitupula dalam memahamai hadits berikut dan hadits-hadits lainnya yang semakna.
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dan Abu Mu’awiyah dan Waki’ dari Al A’masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini; seorang janda yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain dan orang yang keluar dari agamanya dan meninggalkan jama’ah”  (HR Muslim 3175)
Kita harus pahami penegasan bahwa murtad yang ”meninggalkan jamaah” atau mereka yang berbalik menjadi lawan kaum muslim. Pada zaman Rasulullah, ketika peperangan kaum muslim menghadapi kaum kafir, ketika seseorang keluar dari agama Islam, umumnya langsung bergabung dengan kaum kafir dan memerangi kaum muslim.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah [2]:217)
Kitab Imam Bukhari terdapat dua bab yang membahas masalah murtad; yang satu berbunyi: Kitabul-muharibin min ahlil-kufri wariddah, artinya Kitab tentang orang yang berperang (melawan kaum Muslim) dari golongan kaum kafir dan kaum murtad. Adapun yang satu lagi berbunyi: Kitab istita-bal-mu’anidin wal-murtadin wa qitalihim,artinya Kitab tentang seruan bertobat bagi musuh dan kaum murtad dan berperang melawan mereka. Dua judul itu sudah menjelaskan sendiri. Judul yang pertama, menerangkan seterang-terangnya bahwa yang dibicarakan hanyalah kaum murtad yang berperang melawan kaum Muslimin.
Sedangkan orang yang murtad pada keadaan tidak memerangi kita, hanya status jiwanya saja yang berubah dari ”haram darahnya” menjadi ”halal darahnya”.
Status “halal darahnya”  kaum non muslim atau orang-orang murtad, maknanya adalah ketika terpaksa membunuh mereka ketika perang atau tidak ada jalan lain selain membunuh mereka ketika mereka akan membunuh kita  maka pembunuhan itu tidaklah berdosa.
Ada salah satu riwayat orang yang murtad dibunuh bukan karena murtadnya namun karena dia membunuh pengembala unta.
Telah menceritakan kepadaku Abdul A’la bin Hammad telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami Sa’id dari Qatadah bahwaAnas radliallahu ‘anhu bercerita kepada mereka, bahwa serombongan dari suku ‘Ukail dan ‘Urainah mengunjungi Madinah untuk bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyatakan keIslamannya. Mereka berkata; Wahai Nabiyullah, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang pandai memerah susu (beternak) dan bukan pandai bercocok tanam. Ternyata mereka tidak suka tinggal di Madinah karena suhunya (hingga menyebabkan sakit). Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuki mereka untuk menemui pengembala dan beberapa ekor untanya supaya dapat minum susu dan air seni unta-unta tersebut. Sesampainya mereka di distrik Harrat, mereka kembali kufur setelah keIslamannya, membunuh pengembala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan merampas unta-unta beliau. Ketika peristiwa ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau langsung mengutus seseorang untuk mengejar mereka melalui jejak perjalanan mereka. (Setelah berhasil ditangkap), beliau memerintahkan agar mencungkil mata mereka dengan besi panas, memotong tangan-tangan mereka dan membiarkan mereka di bawah sengatan matahari sampai mati dalam kondisi seperti itu. (HR Bukhari 3871)
Jadi jelas terlarang membunuh manusia yang telah bersyahadat hanya karena perbedaan pemahaman atau hanya karena asumsi atau prasangka belaka
Rasulullah bertanya lagi: “Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat atau tidak?  Rasulullah terus mengulangi pertanyaan itu kepadaku hingga menyebabkan aku berandai-andai bahwa aku baru masuk Islam saat itu. (HR Muslim 140)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi: ‘Apakah kamu yang telah membunuhnya? ‘ Dia menjawabnya, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Lalu apa yang hendak kamu perbuat dengan kalimat, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’, jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk minta pertanggung jawaban) pada hari kiamat nanti? ‘ (HR Muslim 142)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Tidak ada komentar:

Posting Komentar